Journal Gamas

Label


lisensi

Redaksi
Desember 01, 2021, 14.13 WIB
Last Updated 2021-12-05T23:40:20Z
HeadlineHumaniora

Begini Beda Legalitas Kegiatan Usaha dengan Risiko Rendah, Menengah, dan Tinggi

Advertisement

JOURNAL GAMAS -
Pasca disahkannya UU No.11 Tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja (Ciptaker), sistem perizinan usaha di Indonesia mengalami perubahan menjadi berbasis risiko atau risk-based approach (OSS RBA). Selain aturan UU Ciptaker, pemerintah juga mengeluarkan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Kemudian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga mengeluarkan Peraturan BKPM No.3 Tahun 2021 tentang Sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Terintegrasi secara Elektronik, Peraturan BKPM No.4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal dan Peraturan BKPM No.5 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (7) UU Cipta Kerja, perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha. Tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha ditetapkan menjadi kegiatan usaha berisiko rendah; kegiatan usaha berisiko menengah rendah dan menengah tinggi; atau kegiatan usaha berisiko tinggi.

Untuk pengurusan legalitas usaha, tiap risiko memiliki syarat yang berbeda-beda. Konsultan Eazybiz Andrey menyampaikan bahwa sistem OSS RBA menyesuaikan perizinan lewat risiko dari jenis usaha. Lewat sistem OSS ini, usaha dengan skala kecil seperti UMKM tidak dibebankan untuk mengurus proses perizinan yang sama dengan usaha skala besar. Adapun beberapa hal yang menentukan risiko antara lain adalah kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan hidup.

“Dengan sistem baru, dalam pengajuan izin dimana kalau dulu untuk usaha ada syarat yang harus dipenuhi. Kalau sekarang lihat tingkat risiko, sehingga yang keluar produk perizinanya beda,” katanya dalam Instagram Live Klinik Hukum dan Easybiz Bahas Peraturan (BaPer) bertajuk “Kegiatan Usaha Dengan Risiko Rendah, Menengah, dan Tinggi: Apa Aja Perbedaan Legalitas Usahanya?”, Selasa (30/11).

Lalu apa yang membedakan risiko rendah, menengah, dan tinggi? Andrey menjelaskan perbedaan pada tiga tingkat risiko terdapat pada perizinan. Pertama, untuk usaha yang masuk kategori tingkat risiko rendah pelaku usaha cukup mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB). Dengan mengantongi NIB pelaku usaha dianggap memiliki izin usaha seperti TDP dan SIUP, sehingga dapat langsung menjalankan usahanya tanpa mengurus perizinan lain. Rata-rata kegiatan usaha yang masuk kategori rendah adalah UMKM.

“Kalau dulu kita ngomong perdagangan jual pakaian atau mainan misalnya, selain mengurus SIUP ada TDP domisili dan lain-lain, belum lagi kalau dia produk tertentu harus mengikuti SNI. Dengan OSS risiko rendah izin itu tidak perlu diurus semuanya karena NIB sama dengan TDP dan SIUP. Jadi tidak ada urusan lain, satu lembar NIB cukup. Nanti bisa dilihat PP 5/2021 di KBLI apa saja usaha yang masuk risiko rendah,” jelasnya.

Kedua, tingkat menengah. Risiko tingkat menengah terbagi atas dua yakni menengah rendah dan menengah tinggi. Untuk menengah rendah, selain NIB pelaku usaha harus mengantongi sertifikat standar yang diatur secara sektoral. Andrey mengatakan bahwa sertifikat standar harus diurus oleh pelaku usaha di luar OSS RBA, lewat declare pernyataan yang dilakukan oleh pelaku usaha.

Bagaimana dengan risiko tingkat menengah tinggi? Sama halnya dengan tingkat menengah rendah, pelaku usaha harus mendapatkan NIB dan mengurus sertifikat standar sesuai aturan per sektor. Sertifikat standar ini harus diurus kepada lembaga yang ditunjuk dan tidak bersifat declare.

“Menengah tinggi misalnya jenis usaha konstruksi itu ada yang harus diurus di luar OSS seperti sertifikat standar yang dikeluarkan oleh asosiasi kontraktor. Jadi pelaku usaha harus memenuhi standar dari asosiasi ini, seperti sertifikat badan usaha, ahli arsitek sudah bersertifikasi, ahli listrik juga harus mengantongi sertifikasi,” paparnya.

Ketiga, tingkat risiko tinggi. Pelaku usaha yang menjalankan bisnis dengan risiko tinggi harus mengantongi beberapa perizinan usaha, selain NIB dan sertifikasi standar. NIB hanya berlaku untuk proses persiapan memulai usaha seperti menyewa gedung, mencari karyawan, atau melakukan kontrak-kontrak dengan vendor.

Sementara untuk menjalankan usaha, pelaku usaha harus mengantongi izin usaha sesuai dengan jenis usaha yang akan dijalankan. Salah satu jenis usaha yang masuk kategori risiko tinggi adalah apotik. Untuk menjalankan usaha, pelaku usaha harus mengurus perizinan terkait apotik seperti diantaranya izin usaha apotek ke Kemenkes dan zonasi lingkungan. Setelah semua izin terpenuhi, pelaku usaha apotik bisa menjalankan usaha dan menjual obat-obatan kepada masyarakat.

“Di risiko tinggi, NIB hanya benar-benar untuk persiapan. Contoh apotik, dapat NIB, apoteker punya sertifikasi tapi perusahaan belum boleh jualan. Jadi sambil persiapan mengurus sewa toko, pegawai, kontrak supplier, itu mengurus izin apotek di Kemenkes, ikuti standar yang ada syarat dari tingkat daerah salah satunya masalah zonasi lingkungan. Jika itu terpenuhi semua baru keluar izin apotek, nah ketika keluar baru si apotik bisa jualan,” ungkapnya.

Namun, Andrey mengingatkan bahwa seluruh pengajuan perizinan usaha baik untuk risiko rendah, menengah dan tinggi harus dilakukan lewat OSS RBA. Jika jenis usaha yang akan dijalankan masuk dalam kategori risiko tinggi, maka pintu masuk pengurusan perizinan tetap dilakukan lewat OSS yang kemudian akan dinotifikasi ke Kementerian/Lembaga atau Pemda terkait untuk melanjutkan proses perizinan selanjutnya.



Sumber : https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt61a63902e5eb4/begini-beda-legalitas-kegiatan-usaha-dengan-risiko-rendah--menengah--dan-tinggi/?page=all