Advertisement
Menjelang puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2023 Tanggal 9 Februari 2023 mendatang, Bupati Kuningan H. Acep Purnama, MH. menjadi Narasumber bersama 10 bupati-walikota penerima Penghargaan Anugerah (AK) PWI Pusat untuk dialog Kebudayaan di Kota Medan, Sumatra Utara.
Acara diskusi dihadiri oleh tujuh bupati/wali kota yang berhak atas penghargaan Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 yakni Wali Kota Medan Bobby Nasution, Bupati Indragiri Hilir HM Wardan, Bupati Kuningan H Acep Purnama, Bupati Agam H Adri Warman, Bupati Sleman Hj Kustini Sri Purnomo, Bupati Serdang Bedagai Darma Wijaya, dan Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik. Acara digelar di Hotel Santika Dyandra, Medan, Selasa (7/2/2023).
Hadir pula Tim Juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 Yusuf Susilo Hartono, Agus Dermawan T, Dr Nungki Kusmastuti, dan Atal S Depari yang juga sebagai Ketua Umum PWI Pusat. Tak ketinggalan hadir pula Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Sekjen Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah, dan Direktur PTLK Kemendikbudristek Restu Gunawan.
Dalam sambutannya Ketua Umum PWI Pusat yang juga Penanggung Jawab HPN 2023 Atal S Depari mengatakan bahwa Anugerah Kebudayaan bisa berkolaborasi dengan daerah, dalam hal ini PWI Daerah agar perannya positif.
“Jadi tidak cuma mengkritik tapi juga memberi solusi untuk pembangunan. Serta punya tanggung jawab dan sikap kehidupan terutama dalam melestarikan kebudayaan,” ujar Atal.
Setelah itu sebanyak tujuh bupati/wali kota yang hadir diberikan kesempatan untuk memaparkan secara singkat apa yang telah mereka lakukan saat ini untuk wilayahnya masing-masing.
Dalam pemaparannya Bupati Kuningan H.Acep Purnama menjelaskan, kaitan budaya dengan ketahanan pangan. Budaya adalah sesuatu hal yang merupakan tradisi dan turun menurun, mau tidak mau itu harus dipertahankan. “Jati ulah silih ku junti (yang asli jangan sampai tergeser dengan yang baru dan pendatang), karena disekeliling Kita ada yang memiliki, ada yang harus dihormati, dan ada yang harus dijaga,” papar Bupati Acep.
Jika sudah mempertahankan kebudayaan (kearifan lokal) maka akan timbulah rasa kemandirian, rasa hormat kepada orangtua, rasa sayang kepada lingkungan sekitar, termasuk merawat, menjaga dan melestarikan daerah (desa)nya sendiri. Potensi dan kekayaan alam yang dimiliki Kuningan itu lah perlu dilestarikan, berawal dari kecintaan dan membangun desa maka akan lahir sebuah komitmen untuk cinta kepada daerahnya sendiri.
Hal tersebutlah yang menjadikan Bupati Acep “keukeuh” jika membangun harus diawali dari desa, dan menjadi visi misi pasangan Bupati H.Acep dan Wakil H.M.Ridho Suganda. “Desa adalah kekuatan utama yang berkesinambungan. Dari desa bisa menghasilkan padi, ubi jalar dan tanaman lainnya. Bagaimana kami juga harus mempertahankan konservasi, dan kami juga tidak mudah memberikan ijin untuk investasi, jika kenyataannya merusak lingkungan, dan kami berprinsip untuk mempertahankan budaya ini,” ujarnya.
Seperti tradisi Kawin Cai, yang mempertahankan sumber air dengan pola kawin cai. Juga Babarit, seren taun, cingcowong dan tradisi lainnya. Hal itu, menurut Bupati Acep jika dikolaborasikan dengan tekhnologi modern dan tetap menghormati tradisi, maka Bupati Acep yakin keseimbangan hidup akan tetap terjaga.
Bupati Acep menuturkan tidak mudah untuk mempertahankan nilai-nilai budaya di zaman serbacanggih seperti sekarang. Tapi hal itu mau tidak mau harus dilakukan karena jika tidak maka kita tidak memiliki jati diri lagi dan dirusak oleh hal-hal Modern.
Tentunya perlu ada kolaborasi multi-pihak dalam membangun pertanian khususnya pangan yang ada di Kabupaten Kuningan. Kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media akan mendongkrak kemajuan yang saat ini belum tercapai.
Sementara itu Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengapreasiasi upaya yang dilakukan PWI Pusat memberikan Anugerah Kebudayaan dalam konteks jurnalistik merupakan sesuatu yang sangat penting dan sebuah inovasi yang tidak mudah.
Dengan demikian apa yang dilakukan oleh para pemimpin daerah, dalam hal ini bupati/wali kota dalam mendorong inovasi dalam meningkatkan produk pangan, sandang, dan papan, sama artinya dengan melestarikan kebudayaan kita.
Sedangkan Kementerian PUPR mendukung pelestarian kebudayaan dengan cara pelayanan publik dengan membangun sarana infrastruktur. “Selama ini PUPR selalu diidentikkan dengan infrastruktur padahal kami berbuat sesuatu dengan tujuan tidak langsung agar kebudayaan yang kita miliki dapat dilestarikan,” katanya. Misalnya, membangun jalan agar produksi pangan petani meningkat, membangun sistem irigasi agar sawah teraliri air dengan baik, dsb.
Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 ini akan diserahkan ke 10 Bupati/Wali Kota yang telah berkontribusi besar menjaga kebudayaan lewat inovasi-inovasinya demi kemajuan warganya pada puncak Hari Pers Nasional (HPN) tanggal 9 Februari 2023 mendatang.Di akhir acara diskusi, dilakukan penyerahan plakat kepada semua bupati/wali kota yang hadir.
(Ris)