Advertisement
Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Menteri PAN-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua Komisi ASN, dan Ketua Bawaslu Nomor 2 Tahun 2022, Nomor 800-5474 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447.1/Pm.01/K.1/09/2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan merupakan pedoman penting yang bertujuan menjaga netralitas ASN dalam proses pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Berikut adalah beberapa poin kunci dari SKB ini :
1. Tujuan SKB
SKB ini dibuat untuk memastikan bahwa ASN bersikap netral dalam setiap tahap penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dan menjaga profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugasnya.
2. Pedoman Netralitas
ASN diwajibkan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis, termasuk tidak menghadiri kampanye, tidak menjadi anggota tim sukses, dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.
3. Pengawasan dan Pembinaan
SKB ini menegaskan peran pengawasan oleh Bawaslu dan Komisi ASN, serta pembinaan oleh instansi terkait untuk memastikan ASN mematuhi prinsip netralitas. Bawaslu dan Komisi ASN memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran.
4. Sanksi bagi Pelanggar
ASN yang melanggar ketentuan netralitas akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Sanksi tersebut bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji, penurunan pangkat, hingga pemberhentian dari jabatan.
5. Mekanisme Pelaporan
SKB ini juga mengatur mekanisme pelaporan bagi ASN yang mengetahui adanya pelanggaran netralitas. Laporan dapat disampaikan kepada atasan langsung atau melalui jalur resmi ke Bawaslu atau Komisi ASN.
6. Kampanye dan Media Sosial
ASN dilarang menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten politik atau menunjukkan dukungan kepada calon tertentu. Hal ini mencakup tidak menyukai, mengomentari, atau membagikan konten politik yang bisa diartikan sebagai dukungan atau penolakan terhadap calon tertentu.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Instansi pemerintah diwajibkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada ASN tentang pentingnya netralitas dalam pemilu dan pilkada. Ini termasuk sosialisasi mengenai peraturan dan konsekuensi dari pelanggaran netralitas.
8. Koordinasi Antar Lembaga
SKB ini menekankan pentingnya koordinasi antara Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, BKN, Komisi ASN, dan Bawaslu dalam mengawasi dan membina netralitas ASN. Kerjasama antar lembaga ini diharapkan dapat memperkuat pengawasan dan penegakan aturan netralitas.
Secara keseluruhan SKB ini merupakan upaya terkoordinasi untuk memastikan bahwa ASN tetap netral dan profesional dalam setiap penyelenggaraan pemilu dan pilkada, sehingga proses demokrasi dapat berjalan dengan baik dan adil.
Mekanisme untuk ASN
Sesuai surat dari Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor : 3842/B-AU.02.01/SD/K/2024 tanggal 4 Juni 2024 yang ditujukan kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) perihal tentang Penegasan Terkait Cuti Di Luar Tanggungan Negara (CLTN) maka ASN yang masih dalam jabatan dan ingin mencalonkan diri sebagai bupati atau anggota dewan di daerah harus mengikuti mekanisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Berikut adalah langkah-langkah mekanismenya:
1. Pengunduran Diri dari Jabatan ASN
a. Surat Pengunduran Diri
ASN yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan dan status kepegawaiannya. Surat pengunduran diri ini diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansinya.
b. Proses Pengunduran Diri
PPK akan memproses pengunduran diri tersebut. Proses ini termasuk verifikasi keabsahan niat pencalonan ASN yang bersangkutan.
c. Surat Keputusan Pengunduran Diri
Setelah verifikasi selesai, PPK akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengunduran diri ASN tersebut. SK ini menjadi bukti sah bahwa yang bersangkutan telah resmi mengundurkan diri dari status ASN.
2. Pendaftaran Sebagai Calon
a. Pendaftaran ke KPU Daerah
Setelah pengunduran diri diterima, mantan ASN dapat mendaftarkan diri sebagai calon bupati atau anggota dewan legislatif (DPRD) di daerah. Proses pendaftarannya mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU.
b. Pemenuhan Persyaratan
Mantan ASN harus melampirkan semua dokumen yang diperlukan, termasuk SK pengunduran diri dari ASN, surat keterangan tidak pernah dipidana, dan dokumen pendukung lainnya sesuai dengan persyaratan KPU.
3. Verifikasi dan Penetapan Calon
a. Verifikasi Berkas
KPU akan melakukan verifikasi terhadap semua berkas dan dokumen yang diserahkan. Verifikasi ini untuk memastikan bahwa semua persyaratan telah terpenuhi.
b. Penetapan Calon
Jika semua persyaratan terpenuhi, KPU akan menetapkan yang bersangkutan sebagai calon bupati atau anggota dewan legislatif (DPRD) di daerah tersebut.
4. Kampanye dan Pemilihan
Setelah ditetapkan sebagai calon, mantan ASN berhak untuk mengikuti seluruh tahapan kampanye dan pemilihan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kegiatan kampanye harus sesuai dengan peraturan KPU dan tetap menjaga etika serta aturan yang ada.
5. Sanksi atas Pelanggaran
Jika seorang ASN mencalonkan diri tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri dari jabatannya, maka:
a. Pelaporan dan Investigasi
Pelanggaran dapat dilaporkan ke Bawaslu atau KASN, yang akan melakukan investigasi terhadap kasus tersebut.
b. Penjatuhan Sanksi
Jika terbukti, ASN tersebut dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemecatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan regulasi terkait lainnya.
Ketentuan Regulasi
Mekanisme ini diatur dalam beberapa regulasi penting :
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah
- Peraturan KPU tentang Pencalonan dalam Pemilu
Dengan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan, diharapkan ASN yang ingin mencalonkan diri sebagai pejabat publik dapat melakukannya tanpa melanggar prinsip netralitas ASN dan aturan hukum yang berlaku.
Melanggar etik terkait aturan dalam Pilkada tergantung pada interpretasi dan penegakan hukumnya. Namun, jika aturan PKPU No. 2 Tahun 2024 telah jelas menetapkan waktu dan kapan alat peraga boleh digunakan, maka menggunakan alat peraga lebih awal bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan tersebut. Terlebih lagi jika bakal calon tersebut masih aktif sebagai pejabat tinggi negara, hal ini bisa menciptakan persepsi tidak adil dan mempengaruhi proses demokratis dalam Pilkada.
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang diajukan oleh delapan orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dimana dalam keputusannya ASN tidak perlu mundur pada saat mendaftar tetapi wajib mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah.
Mahkamah Konstitusi (MK) menilai demi memenuhi tuntutan kepastian hukum yang adil, maka pengunduran diri dimaksud dilakukan bukan pada saat mendaftar, melainkan pada saat yang bersangkutan telah ditetapkan secara resmi sebagai calon oleh penyelenggara pemilihan. “Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS harus dilakukan bukan sejak mendaftar sebagai calon melainkan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” ucap Arief Hidayat saat membacakan amar Putusan Perkara No. 41/PUU-XII/2014 didampingi delapan Hakim Konstitusi yang lain.
Untuk itu kepada yang terhormat Pimpinan DPRD Kuningan apabila sudah mengetahui adanya pelanggaran terhadap asas netralitas ASN dan menemukan bukti yang kuat terkait persoalan tersebut maka tinggal melaporkan saja melalui mekanisme yang dapat disampaikan kepada atasannya langsung atau melalui jalur resmi kepada Bawaslu dan Komisi ASN.
Bukan malah berpolemik di media massa seperti maling teriak maling karena bagaimanapun juga sebagai bagian dari elite politik lokal mereka mempunyai kepentingan politik dalam Pilkada Kuningan mendatang. Pertanyaan besarnya apakah mereka berani.?
Kuningan, 09 Juni 2024
Penulis
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal